JAKARTA—PKS mengerahkan sekitar 200 ribu kader dan simpatisannya dalam
Aksi Kepedulian Indonesia untuk Krisis Timur Tengah. Aksi yang melibatkan massa PKS dari wilayah Jabodetabek dan sekitarnya tersebut digelar Minggu (27/3) di Lapangan Monas, Jakarta mulai pukul 12.30 wib.
Menurut Koordinator Aksi Tubagus Arif, aksi kepedulian ini akan dihadiri tokoh nasional dari berbagai ormas, orpol, juga tokoh lintas agama. Di antaranya Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) Hidayat Nurwahid, politisi senior Sabam Sirait, La Ode Ida (Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah), Pendeta DR. Nus Riemas (Ketua Wali Gereja Injil Indonesia), politisi PKS Yoyoh Yusroh, Triwisaksana, dan Selamat Nurdin, serta sejumlah tokoh lainnya.
Tubagus mengemukakan, aksi ini digelar sebagai bentuk kepedulian dan rasa prihatin yang mendalam atas nasib masyarakat sipil yang menjadi korban krisis politik dan konflik bersenjata, yang berkecamuk di sejumlah negara di Timur Tengah, seperti di Yaman, Bahrain, Libya, juga di Palestina. “Sebagai bangsa yang cinta damai kita mengharapkan semua pihak yang bertikai mau duduk mencari solusi terbaik bagi bangsa dan negaranya masing-masing tanpa harus mengorbankan masyarakat sipil,” kata Tubagus.
|
Bupati Bekasi ikut serta dalam Aksi mendukung Timur Tengah |
PKS meminta agar pemerintah Indonesia mendesak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi untuk mengakhiri krisis politik dan konflik bersenjata tersebut guna menghindari jatuhnya korban rakyat sipil yang lebih banyak lagi.
Krisis Libya
Khusus mengenai krisis di Libya, PKS mengharapkan agar pemerintah Indonesia mendesak PBB untuk mengawasi dengan ketat aksi tentara koalisi di Libya. Tanpa pengawasan yang ketat dikhawatirkan pasukan koalisi di bawah komando AS hanya akan menimbulkan persoalan baru di negeri kaya minyak itu. Motif pasukan koalisi harus sesuai dengan mandat PBB yaitu menjaga zona larangan terbang agar milter Libya tidak semena-mena menembaki dan membom rakyatnya sendiri dengan pesawat tempur. di Libya.
Jika tidak dikontrol dikhawatirkan, motif pasukan koalisi berubah dari menjaga zona larangan terbang menjadi invasi dan akhirnya menduduki Libya. Langkah selanjutnya adalah menguasai sumber daya alam Libya yang kaya akan minyak bumi. “Kita tidak ingin Libya menjadi seperti Irak. Ini harus dicegah,” katanya.
“Kita mendukung perjuangan rakyat Libya yang mengingikan demokratisasi. Tapi kita tidak mau hal itu ditunggangi kepentingan Barat menguasai sumber daya alam Libya,“ tandas dia.